menyelaraskan agama dan filsafat
Pada tulisan sebelumnya (periodesasi filsafat islam pasca nabi Muhammad SAW) telah saya rangkum bagaimana perjalanan
filsafat islam sejak pertama kali muncul. Disitu saya menempatkan Al Kindi di urutan paling
atas karena dialah tokoh filsafat petama yang muncul dari bangsa arab, meski
bukan yang paling besar. Namun ia berhasil memperkenalkan filsafat kepada
bangsa arab, dan dialah yang pertama yang menjembatani filsafat yunani dengan
filsafat arab dengan maraknya penerjemahan buku – buku pada masanya. Oleh
karena itu tulisan ini, sebagai lanjutan dari rangkuman buku filsaat islam
karya Dr. Khudori Soleh akan merangkum sedikit hasil bacaan saya pada bab I Al
Kindi yaitu Menyelaraskan Agama Dan Filsafat.
Sebagai orang pertama yang memperkenalkan filsafat kedalam
pemikiran arab, Al Kindi tentunya mengalami kesulitan dalam hal memterjemahkan dan mempelajari, menurut Atiyeh
tentang kesulitan yang dihadapi Al Kindi yang pertama yaitu; ia kesulitan
menyampaikan gagasan – gagasan
filosofisnya kedalam bahasa Arab saat itu , karena ia kekurangan istilah
teknis untuk menyampaikan ide – ide yang abstrak. Kedua, adanya tantangan atau
serangan yang digagaskan oleh kalangan – kalangan tertentu terhadap filsafat,
khususnya dari kaum agamawan karena mereka menganggap filsafat dan filosof
sebagai pembuat bid’ah dan kekufuran.
Beberapa hal yang dilakukan Al Kindi untuk mengatasi masalah
pertama yang dialaminya yang pertama yaitu ; 1) menerjemahkan secara langsung
sesuai gramatika istilah yunani kedalam bahasa arab, seperti kata hyle
diterjemahkan dengan thin (tanah liat). 2) mengambil alih istilah –
istilah yunani kemudian menjelskan dengan bahasa arab yang murni,seperti failasuf
untuk istilah yunani philoshopos(filosof). 3) menciptakan kata –kata istilah
baru dengan cara mengambil kata ganti dan menambahkan dengan akhiran iyah
dibelakangnya untuk membuat atau menjelaskan abstrak – abstrak yang sulit
dinyatakan dalam bahasa arab, misalnya al-mahiyah dari kata ma huwa
untuk menjelaskan isilah yunani to ti esti (esensi). 4) memberikan makna
baru pada istilah istilah yang sudah lama dikenal.
Sedangkan untuk menyelesaikan permasalah kedua yaitu tentang adanya
tantangan atau serangan yang dilancarkkan oleh kalangan tertentu terhadap
filsafat ia berupaya menyelesaikannya dengan beberapa tahapan. Pertama, membuat
kisah – kisah atau riwayat yang menunjukan bahwa bangsa arab dan ynuani adalah
saudara, sehingga tidak patut untuk saling bermusushan. Misalnya ditampilkan bahwa Yunan (personifikasi dari
nama negeri Yunani) adalah saudara Qathan , nenek moyang bangsa Arab. Dengan demikian tidak cocok jika bangsa arab dan
Yunani saling bermusushan, mestinya saling melengkapi satu sama lain. Yang
kedua Al Kindi menyatakan bajwa kebenaran merupakan kebenaran yang bisa datang
dari mana saja, dan umat islam tidak perlu sungkan untuk mengakui dan menyatakan
kebenaran dan mengambilnya. Ketiga, Al Kindi menyatakan bahwa filsafat
merupakan suatu kebutuhan dan sebagai sarana proses berfikir, bukan suatu
keanehan maupun kemewahan , ia menyatakan seperti itu kepada kaum yang fanatik
kepada agama dan menentang kegiatan filosof. Ia mengajukan pertanyaan tentang perlu atau tidak
perlunya filsafat. Jika perlu maka alasannya apa dan jika tidak perlu maka
alasannya apa, padahal dalam berupaya menjawab pertannyaan Al Kindi tersebut mereka
telah melalui prosens kegiatan berfilsafat. Artinya filsafat adalah kegiatan
yang sangat penting sebagai sarana dan proses berfikir.
Ia menyatakan bahwa metode agama dan filsafat sangatlah berbeda, tetapi
tujuan yang dicapainya adalah sama, baik tujuan praktis maupun teoritisnya. Tujuan
praktis agama dan filsafat adakah
mencapai kehidupan manusia yang bermoral tinggi. Sedangkan tujuan teoritis nya adalah mengenal kebenaran
dan mencapai kebenaran tertinggi. Karena itu tidak ada perbedaan esensial antara agama
dan filsafat keduannya mengarah pada tujuan yang sama.[1]
Kelima, yang dilakukan Al Kindi adalah memfilsafatkan ajaran dan pemahaman
agama sehingga selaras dengan pemikiran filososfis. Misalnya dengan cara
memberikan makna alegoris (takwil) terhadap teks – teks atau nash yang
secara tekstual tidak selaras dengan pemikiran rasional filosofis. Misalnya ketika diminta oleh putra khalifah Al-Muktasin
(833-842 M) untuk menjelaskan makna ayat “bintang – bintang dan pepohonan sujud
kepada-Nya",Q.S Al Rahman :6. Kata sujud mengandung beberapa arti yaitu 1)
sujud dalam shalat, 2) kepatuhan dan ketaatan 3) perubahan dari ketidaksempurnaan
menuju kesempurnaan .4) mengikuti aturan secara ikhlas. Makna yang terakhir inilah yang digunakan Al Kindi
untuk menjelaskan ayat diatas sehingga selaras dengan rasionalitas akal bahwa
bintang – bintang dan pepohonan sujud dengan cara mematuhi perintah tuhan,
bukan sujud seperti dalam salat.
Komentar
Posting Komentar