Epistemologi Pengetahuan Al Ghozali




Menurut Al Ghozali sumber pengetahuan berasal pada tiga hal yaitu; kasyf(instuisi),  wahyu(Al Qur,an dan sunah rasul), dan akal(rasio). Menurutnya ketiga sumber pengetahuan diatas menghasilkan kualitas pengetahuan yang berbeda. Pengetahuan melalui instuisi(kasyf) dinilai lebih jelas dibanding pengetahuan berdasarkan wahyu(naql)rasio. Perbandingannya, perbandingan antara kasyf disatu sisi dengan naql dan rasio disisi lain adalah sama dengan orang melihat bulan purnama secara langsung dengan orang yang melihatnaya melalui bayangan didalam air.[1]  Sejalan dengan yang diatas, Al Ghozali membagi pengetahuan berdasarkan kegunaanya menjadi lima bagian ;
1.      Kategori fardhu ‘ain yaitu ilmu yang harus dimiliki setiap individu islam tidak boleh tidak , dimi kebaikan dan keselamatan didunia dan akhirat. Menurut Al Ghozali ilmu fardhu ‘ain yang dipelajari berkenaan dengan tiga hal:a) i;tiqod, mengenai i’tiqod yakni doktrin – doktrin dasar yang harus diyakini bagi umat islam seperti rukun islam dan rukun iman. (hal – hal yang wajib diimani dan diyakini), b)amalan(yang harus dikerjakan)mengenai amalan yakni amalan yang wajib dilaksanakan bagi setiap muslim;sholat, puasa, zakat, haji, dan ibadah sunnah lainnya dll.,c) larangan (penghindaran diri)yang dimaksud disini adalah hal – hal yang dilarang dalam islam seperti berzina, mencuri, merampok, riba dll.[2] Pada kategori ilmu fardhu ‘ain Al Ghozali menambahkan pembagian ilmu yang masuk dalam fardhu ain yaituilmu eksoterik (‘ilm mu’amalah) dan ilmu esoterik (‘ilm mukasyafah), yaitu ilmu batin yang berusaha untuk menyingkap dan memahami makna – makna yang tersembunnyi, seperti ; makna kenabian, wahyu, mizan, shirat, dan seterusnya.
2.      Kategori kedua yaitu fardhu kifayah , yaitu ilmu yang sama sekali tidak boleh diabaikan dalam upaya penegakan urusan duniawi, khususnya dunia islam yang akan menjadi tanggung jawab kita diakhirat. Seperti (fiqh) yurisprudensi dan kedokteran.[3] Ilmu – ilmu tersebut haruslah dikuasi oleh sebagian orang ataupun seluruhnya agar memudahkan setiap urusan manusia.menurut Al Ghozali ilmu ini dicari dalam batasan tertentu yaitu kecukupan dalam hal iini kecukupan yang berfariasi yaitu menurut individu dan kebutuhan masyarakat. Namun lebih lanjutnya ia menjelaskan kecukupan tersebut dalam tiga kategori yaitu (1) ilmu – ilmu kategori fardhu kifayah tidak boleh dipelajari melebihi batas apa yang dipelajari dari ilmu – ilmu yang masuk fardhu ‘ain. Artinya, mempelajari fardhu kifayah harus senantiasa menjaga dan meningkatkan prioritas keunggulan ilmu yang masuk kategori fardhu ‘ain.(2)orang yang mempelajari ilmu –lmu fardhu kifayah harus senantiasa mengalami kemajuan dalam bidang studi yang dilakukan atas kategori ilmu – ilmu ini.(3) orang harus menahan diri untuk mempelajari ilmu – ilmu tersebut jika telah dipelajai orang lain dalam jumlah tertentu dan cukup.
Menurut Al Ghozali ilmu – ilmu yang masuk dalam kategori fardhu kifayah terdiri atas empat jenis, yaitu: ushul (pokok)contoh halnya adalah tafsir, hadits, ijma,furu’(cabang),sedangkan yang masuk kategori ini adalah bagian dari ilmu ushul. moqoddimat(prasarana)sedangkan prasarana contohnya adalah ilmu bahasa dan ilmu nahwu yang digunakan untuk memahami kitab allah, mutammimat,(pelengkap)contoh halnnya ilmu tentang nasikh dan mansukh am dan khas, ilmu tentang periayat hadits dan sejenisnya.[4]
3.      Pembagian yang ketiga adalah ilmu – ilmu fadhilah (mengandung keutamaan) tetepi tidak mencapai tingkat fardhu , misalnya spperti arimetika.
4.      Ilmu atau pengetahuan dalam kategor netral, tidak dilarang (mubah).misalnya ilmu mengubah syair – syair namun tidak menggunakan kata – kata senonoh, ilmu – ilmu lain astronomi dan musik.
5.      Ilmu pengetahuan dalam kaetori tercela menurut Al Ghozali semua ilmu tidak tercelan namun bisa menjadi tercela dalam kaitannya dengan manusia.dengan adanya satu dari tigahal dibawah ini; 1) ilmu tersebut menyebabkan suatu kerusankan, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain sepertI sihir dan jimat.2)jika bahaya yang ditimbulkan lebih besar dari manfaat yang dihasilnkan, misalnya horoskop(ilmu ramalan bintang),ketercelaan horoskop karena mengajarkan manusia khusunya orang awam sendiri yaitu mempercayai bintang – bintang tertentu mempunyai pengaruh terhadap bumi, kedua menghubugkan kebaikan dan kejahatan dengan pengaruh bintang – bintang yang bisa membahayakan aqidah orang awam.ketiag amalan hroskop mengkaitkan kejadian masa lalu atau masa depan atas dasar sebab sebab tertentu. Ramalan tersebut murni terkaan dan tidak bisa ditentukan dengan keyakinan atau bahkan dengan kemungkinan sekalipun. 3) ilmu dikatakan tercela karena didalam pengetahuan tersebut tidak memberikan peningkatan pengetahuan yang nyata kepada yang mempelajari kriteria ini dimasukan Ghozali pada mempelajari ilmu yang remeh sebelum ilmu yang penting yang harus didalhului.
Pembagian ilmu pengetahuan diatas adalah menurut Al Ghozali atau yang biasa kita sebut imam Ghozali dengan karyanya yang paling tersohor yaitu kitab Ihya Ulumuddin. Bukan berdasarkan pmebagian menurut penulis. Jika menemukan ketidakcocokan atau kestidaksetujuan atas pembagian diatas maka bisa dirujuk kembali kepada karya – karya imam Ghozali. Tulisan ini hanyalah sekedar rangkuman dari lanjutan bacaan saya dari buku filsafat islam karya Dr. Khudori Soleh bab III pemikiran Al Ghozali.


[1] . Zurkani Jahja, Theologi Al Ghozali (Yogyakarta:pustaka pelajar,1996),hlm.123.
[2] . Ibid,hlm 27.
[3] . Al Ghozali, ihya’ Ulumudiin, hlm29.
[4] . ibid, hlm.29-30.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

أدوات الجزم

poin - poin penting dalam berdialog antar agama

salah satu metode berdakwah yang mudah