Periodisasi perkembangan Filsafat Islam Pasca Nabi Muhammad SAW



Pada masa kekuasaan bani ummayah (661-750) hingga masa abbasiyah (750-1250) merupakan masa masa yang subur berkembangnya berbagai macam ilmu pengetahuan, baik itu ilmu - ilmu salaf dan  yang digapai dengan metode bayani seperti filologi, sejarah, fiqh(yurisprudensi) . dan ilmu yang kurang salaf atau bisa disebut ilmu orang zaman dahulu seperti filsafat ,matematika ,astronomi, astrologi dan geografi dsbg.kedua pola keilmuan tersebut muncul seimbang dan kadang pula mengalami pasang surut pada masa kedua kekhalifaan diatas.ilmu – ilmu kurang salaf berkembang pesat melalui penerjemahan buku buku yunani pada masa itu,dan ketika itu pula  lahir tokoh seperti ibn Hayyan (721-815) di bidang kimia ,al khawarizmi (780- 850) dibidang matematika .namun sejak masa khalifah abbasiyah dibawah kekuasanan Al Ma’mun bidang ilmu kedua lebih dominan daripada ilmu –ilmu salaf. Sekali lagi hal itu digali melalui penerjemahan buku – buku yunani .
Pemikiran fiilsafat islam pertama berkembang pesat pascapenerjemahan buku –buku yang pertaama kali diperkenalkan oleh Al Kindi (806-875M) dalam bentuk buku falsafatul u’la yang dipersembahkan kepada khalifah Al Mu’tasim (833-342). Meski demikian, karena begitu dominannya kaum fuqoha dengan ilmu salafnya ,apa yang disampaikan Al Kindi belum begitu terasa . namun, ia berhasil meninggalkan permasalahan bagi umat islam di bidang filsafat seperti; 1.penciptaan alam semesta, bagaimana prosesnya 2.keabadian jiwa , dan bagaimana pembuktiannya, 3.pengetahuan tuhan terhadap yang partikular dll.
Setelah Al Kindi, lahirlah Al Razi (865 925) M yang dikenal sebagai tokoh ekstrim yang hanya mempercayai akal dan rasionalis yang murni. hal itu termaktub dalam salah satu pemikirannya tentang akal yang menurutnya hakikat manusia adalah akal atau rasionya dan akal adalah sumber atau alat untuk meraih ilmu pengetahuan.  setiap ilmu pengetahuan yang bersumber bukan dari akal adalah kebohongan .memang perkembangan ilmu filsafat begitu pesat pada masa abbasiyyah khususnya Al Ma’mun tadi, namun mengelami hambatan pada masa khalifah Al Mutawakkil (847-861) M. Hambatan ini disebabkan oleh kaum salaf dan imam madzhab seperti Ibnu Hamnbal mereka menunjukan sifat yang tidak kenal kompromi terhadap ilmu – ilmu filosofis .menurut George.N. Atiyeh[1] ada 3 hal penolakan kaum salaf terhadap ilmu filosofis. Yang pertama, adanya rasa takut di kalangan kaum salaf bahwa ilmu-ilmu filosofis dapat menyebabkan berkurangnya rasa hormat umat islam kepada ajarannya . kedua, ada kennyataan bahwa mayoritas dari mereka mempelajari dan menerjmahkan dari kalangan non muslim seperti yunani manicheanisme dan orang –orang sabia yang mendorong kecurigaan terhadap perenungan dan kegiatan intelektual yang mereka lakukan. Ketiga, adanya usaha untuk melindungi umat islam dari pengaruh manicheanisme persia khusunya paham paham lain yang dikenal tidak sejajar dari dajaran islam yang disebabkan dari pikiran pikiran filosofis ini.
Kecurigaan ini bukanlah tanpa dasar namun memang ada tokoh muslim yang setelah belajar filsafat justru meragukan dan mengkritik ajaran islam sendiri. Contoh halnya tokoh diatas yaitu Al Razi (865 – 925) Al Razi menolak kenabian dengan pemikiran akal rasionya karena tiga hal yaitu pertama akal telah membedakan baik dan buruk ,berguna dan tidak berguna .dengan rasio manusia telah mampu mengenal tuhan dan mengatur kehidupannya dengan baik, sehingga tidak perlu nabi . kedua tidak ada pembenaran dan pengistimewaan beberapa orang bagi yang lain untuk membimbing orang lain karena semua orang lahir dengan tingkat kecerdasan yang sama . ketiga ajaran para nabi ternyata berbeda ,jika benar bahwa mereka berbicara atas nama tuhan yang sama meskinnya tidak ada perbedaan antara mereka.[2]. usaha kaum salaf tidak sia- sia dalam memperjuangkan ilmu – ilmu salaf yang dipelopori Ibn Hanbal, dan pada masa Al Mutawakkil mencapai kejayaannya. Mereka melakukan revolusi pada kaum mu’tazilah dan alhi filsafat dipecat dari jabatannya seperti Al Kindi, adapun orang – orang seperti  Al Razi dihukum mati.
Meski demikian, yang terjadi diatas adalah hanya terjadi dillingkar istana dipusat kekuasaan di Baghdad. adapun diluar Bagdad lahir tokoh filsafat islam yang besar seperti Al Farabi (870-950 M ). Ia yang mengembangkan pemikiran metafisika islam dan memberikan landasan bagi keilmuan islam .teori nya yang oaling terenal adalah teori emanasi yang menggabungkan antara teori neo-platonis dan tauhid islam untuk menjelaskan hubungan antara tuhan dengan realitas alam yang empirik, tuhan yang maha esa dengan realitas plural dan seterusnya. ; mempertemukan atara konsep ide Plato dengan ide Aristoteles dan mempertemukan agama dan filsafat. Karena jasanya ini Al Faraby  dikenal sebagai al mua’llim al tsani.[3]
Pemikiran Al Faraby dalah rancah pemikiran islam semakin berkembang apalagi setelah Ibnu Sina (980-1037 M) yang lahir setelah Al Faraby. Ia berusaha mengembangkan teori emanasinya pada aspek makna dan fungsi . selain itu Ibnu Sina juga menjelaskan bahwa konsep kenabian adalah hal yang lumrah dan dapat diterima nalar manusia,kenabian adalah tingkat tertinggi dalam fase manusia ketika ia menghimpun seluruh potensi kemanusian dalam wujudnya yang paling sempurna.baginya syarat kenabian hanyalah 3 yaitu ; kecerdasan intelek, kemampuan daya imajinasi ,dan kemampuan hal menundukan daya – daya yang muncul diluar dirinya agar bisa tunduk dan taat.  Ketika ketiga kesadaran ini terpenuhi seseorang akan memperoleh kesadaran kenabian tanpa perlu ajaran orang lain.
Akan tetapi setelah Ibnu Sina pemikiran filsafat mengelami kemunduran setelah adanya kritikan oleh Imam Al Ghozali (1058-1111) M. Dalam bukunya Tahafut Al Falsafat ia membagi ajaran filsafat yang mendekatkan kepada kekufuran yaitu ; masalah keqadiman alam ,kebangkitan ruhani ,ketidaktahuan tuhan terhadap hal – hal yang bersifat partikular. Kritikan yag bersifat serangan tersebut menyeret tokoh –tokoh sebelumnya yaitu Ibnu Sina dan Al Faraby yang dirasa terlibat dalam permasaahan tersebut. Namun tuduhan yang ditujukan kepada filsafat tersebut tidak keseluruhan melainkan hanya sebagian seperti halnya bagian metafisika,yaitu pemikiran metafisik Al Faraby yang menggabungkan neo-platonis dan aqidah islam.dan perlu diketahui Al Gizaki tidak sepenuhnya menyerang filsafat ia juga mengangap filsafat merupakan hal penting hususnya bagian logika dan epistemologi yang merupakan inti filsafat dan penting untuk penjabaran ajaran agama. Dam satu hal lagi tentang kritikan Al Ghozali tidak semuanya itu benar dan tepat tentang menyebabkan kekufuran .contoh  halnya 3hal yang mendekatkan kepada kekufuran menurut AlGhozali tentang keqadiman alam ,apa yang dimaksud qadim disini karena alam tidak muncul pad waktu tertentu sebab apa yang dimaksud waktu dan zaman muncul bersamaan dengan adanya alam tidak ada istilah waktu sebelum munculnya alam, kebersamaan alam dengan waktu tidak didahului alam dengan waktu tertentu inilah yang disebut oleh filosofi dengan qodimul a’lam  .dan keqadiman alam itu sendiri berbeda dengan keqadiman tuhan karena tuhan qadimun bidzatihi . dan  yang dipahami AlGhozali  berhubungan dengan ruang dan waktu sehingga keqodiman alam ini bersifat tempo dan waktu jika dibanding dengan keqadiman tuhan ,artinya disini telah terjadi kesalah pahaman atau tepatnya ada perbedaan pengertian tentang  qadim yang dipahami Al Faraby . dan menurut penulis sendiri dampak dari kritikan Al Ghozali tersebut telah menyebabkan timbulnya keyakinan para masyarakat muslim khususnya  salaf lebih memilih metode dan ajarann filsafatnya Al Ghozali daripada tokoh filsafat yang lain.karena lebih aman dan lebih jauh dari kekufiran dan tidak menyebaban kedholalan.
Setelah mengalami sedikit kemunduran ajaran filsafat kembali lagi dalam kancah pemikiran islam setelah muncul tokoh Ibn Rusyd (1126-1198 M).meski bantahan yang dilakukan Ibnu Rusyd ini agak kurang perhasil dalam membendung kritikan yang dilakukan Imam Al Gozali namun setidaknya ia mampu memberikan ajaran baru dalam bidang filsafat ;yaitu tentang teori gerak tentang ajaran hubungan tuhan tdengan alam sepperti Ibnu Sina dan Al Faraby dengan teori emanasinya. Menurutnya berdasarkan teori fisika aristoteles semua benda pada  prinspipnya diam namun kennyataannya bergerak berakan benda tersebut disebabkan oleh penggerak diluar dirinya karena dirinya sendiri tidak mampu bergerak .dan sang penggerak luar tersebut menggerakkan benda lain dan benda lain juga butuh penggerak lain diluar dirinya yang sehingga dia mampu menggerakkan benda lainnya. Begitu seterusnya hinnga sampai penggerak akhir yang ttidak bergerak itulah yang dalam islam disebut Allah SWT.[4]
Seperti itulah perkembangan filsaat islam dan ajarannya pasca nabi SAW berserta timeline tokohnya secara berurutan.


[1]. MM.Syarif hal 59  ,para filosof muslim terj bandung; mizan 1996 hal 37-38.
[2] .MM.Syarif,para filosof muslim ...hal 47 ;Ibrahim Makdur, Fi Falsafah islamiyah ,87 ;Hasyim Hasan al asas al manhajiyah libina al awidah al islammiyah hal71 ,kairo;dar al fikr.
[3] Al faraby ihsha al u’ulum , Ali Burhanuddin (Mesir Dar Al Hilal ,1996)
[4] . Majid Fakhri, Avveros His Live Works And Indfluence (oxford :one world 2001)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

أدوات الجزم

poin - poin penting dalam berdialog antar agama

salah satu metode berdakwah yang mudah